Angka kematian ibu tahun 2010
Situasi dan Kondisi Kesehatan Reproduksi Perempuan
Kenyataan menunjukkan bahwa walaupun telah demikian banyaknya ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan global maupun nasional, tetapi angka kematian ibu masih tetap tinggi yaitu 397/100.000 kelahiran hidup. (SKRT, DepKes, 2002).
Keberhasilan perlindungan dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dilihat dari turun atau tidaknya Angka Kematian Ibu (AKI). Angka Kematian Ibu dilihat pada “kematian selama masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah persalinan, terlepas dari lama dan letak kehamilan dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan karena kecelakaan”. (WHO 1998).
Angka Kematian Ibu (AKI), merman Survei Kesehatan Rumah Tangga meningkat dari 373 per 100. 000 kelahiran hidup pada tahun 1995 menjadi 396 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2001 (DepKes 2002). Angka terakhir memperlihatkan 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2002-2003). Penurunan ini sangat lamban, sementara target pada tahun 2010 adalah 125/100.000 kelahiran hidup atau 100/100.000 kelahiran hidup target goal MDGs. Ada tiga penyebab klasik kematian ibu, yaitu perdarahan, keracunan kehamilan, dan infeksi.
Penyebab kematian berupa perdarahan di antaranya disebabkan oleh tindakan aborsi yang tidak aman. Tindakan aborsi yang tidak aman ini memberikan kontribusi dalam mempertinggi jumlah AKI. Menurut Direktur Jenderal Binkesmas (Pembinaan Kesehatan Masyarakat) Departemen Kesehatan, bahwa kontribusi aborsi terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu sebesar 50% dari jumlah AKI (Kompas, Mei, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) di 8 kota dari 8 provinsi, memperlihatkan sebanyak 87% tindakan aborsi, dilakukan oleh ibu rumah tangga, dan lebih 50% oleh mereka yang mempunyai anak lebih dari 2 orang (YKP, 2003). Penyebab kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 90%, tetapi hanya 67% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan (Depkes, 2000). Selebihnya ditolong oleh tenaga yang bukan tenaga profesional, seperti dukun yang terlatih terutama di daerah pedesaan.
Pelayanan KB/Keluarga Berencana, belum memperlihatkan proporsi yang sama bagi laki-laki maupun perempuan seperti diamanatkan dalam Pasal 12 Konvensi Wanita. Data yang ada memperlihatkan bahwa laki-laki sedikit sekali kontribusinya sebagai akseptor KB, hanya berkisar 3,4%, seperti terlihat di bawah.
Pemakaian alat KB di Indonesia (SDKI 2002-2003) adalah sebagai berikut:
28,2% menggunakan pil
35,6% suntik
AKDR/IUD: 14,8%
Susuk: 11%
Tubektomi: 5,5%
Vasektomi 0,7% (KB laki-laki)
Kondom 2,7%
Metode kontrasepsi tradisional: 2,7%
Sumber ArtikelBahan ajar tentang hak perempuan:UU no. 7 tahun 1984 Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar